Sabtu, 28 November 2015

BERPISAH UNTUK SEMENTARA #4



Sudah tulisan yang keempat tentang jurnal perjalanan saya menuju Pencerah Nusantara. Begitulah...kesempatan seleksi di Jakarta ternyata tidak sekadar memperjuangkan mimpi untuk bergabung di Pencerah Nusantara. Namun saya juga dapat pengalaman-pengalaman baru, pertamakali-pertamakali yang baru, kenalan dan saudara baru. What an amazing gift.
Subuhnya, Afit berpamitan pulang balik duluan. Saya...masih berdiam saja di kamar hotel. Kereta saya pulang balik ke Malang masih nanti siang. Siang nanti akan check out bareng Liska dan Nurul, sekalian berangkat ke Stasiun Pasar Senen bareng. Arah kami sama, Stasiun Pasar Senen. Untuk kemudian saya dan Nurul akan lanjut kereta yang sama (beda kursi) ke arah Malang, Liska lanjut naik kereta ke Madiun, lanjut Ponorogo.
Sampai stasiun, tidak disangka akhirnya bertemu juga dengan mbak Mega yang mau pulang ke Tuban. Sambil menunggu kereta, duduk ngemper, dan ngobrol bersama. Hehm...pertemuan singkat kurang dari 48 jam ini terasa selamanya.
Lalu dengan begitu kami berpisah. Dibawa kereta masing-masing menuju kampung halaman. Meninggalkan harapan di kota Jakarta. Membawa perkenalan teman baru, hingga beberapa saat ke depan masih saling berkirim kabar melalui gadget yang pintar itu.

Yang sama pada kami adalah, kami sedang menunggu. Sebuah pengumuman.

...

Hingga sampai pada suatu hari. Hari Jumat, tanggal 25 Juli 2014. Hari Jumat yang berjalan seperti biasanya di bulan Ramadhan. Kalau ada kesibukan atau kesenangan, mungkin karena semakin mendekati Idul Fitri. Dari pagi juga saya sudah keluar rumah mengurus beberapa hal. Tapi entah, ada perasaan yang beda pada hari itu.
Jawabannya saya dapat menjelang tengah hari. Saya masih di jalanan kota Malang. BBM berdenting, notifikasi dari Afit. Pikiran langsung tertuju tentang Pencerah Nusantara. Pengumumankah? Bukan saya rasa, karena di email terakhir tercantum hasil seleksi tahap II akan diumumkan tanggal 31 Juli 2014. Dan hey...sekarang masih tanggal 25. Belum saya buka BBM Afit, dalam hati bertanya-tanya...setengah harap, setengah gelisah. Nanti saja sampai di rumah akan saya baca pesan Afit.
Dan ternyata benar! Pengumuman hasil seleksi dimajukan pada hari itu. Pesan Afit berisi ucapan “SELAMAT”, saya lolos katanya. Wow...really????
Sehingga tak lama kemudian, jari saya bergerak melihat notifikasi email. Dan salah satu pesan di kotak masuk email saya tidak bohong...



I’m not dreaming, am I ? Alhamdulillah....baru saat inilah saya gemetar...karena senang saya lolos.
Beberapa pesan BBM juga masuk dari teman-teman se-kloter seleksi. Beberapa sama lolos. Beberapa yang lain tidak lolos. Di antaranya yang tidak lolos ini termasuk Afit dan Mbak Mega. Berusaha membesarkan hati mereka, dan bertambah syukur saya diberi kesempatan bisa lolos. Selain saya, ada Liska dan Halimah juga lolos. Alhamdulillah.
Jadi di sisa hari itu dihabiskan dengan memantau pesan-pesan yang kemudian menyusul masuk dari Pencerah Nusantara. Tentang surat resmi pengumuman hasil seleksi, tentang pelatihan, lengkap dengan beberapa hal yang perlu disiapkan selama pelatihan...di Jakarta. Kembali lagi, lagu “Tunggulah Aku di Jakarta” Sheila on 7 jadi soundtrack utama.

Surat Kelulusan bertanda tangan Prof. Nila F. Moeloek dan Mbak Diah
 
Di antara pesan masuk itu, salah satunya adalah perjanjian penugasan yang menyebutkan di mana saya akan bertugas satu tahun lamanya. Where? What? Sulawesi Tengah? Seketika yang terpintas adalah bagaimana menyampaikannya kepada orang tua. Orang tua sudah ikut senang saya lolos, tapi kan belum tahu saya penempatan di mana. Ini jawabannya...di Kecamatan Dampal Utara, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Tempat yang membayangkannya saja belum pernah.



Tapi pada akhirnya saya sampaikan jugalah berita bahagia ini (bahagia buat saya, karena berkesempatan ke luar Jawa), di hari itu, saat buka puasa. Dag dig dug...semoga diizinkan. Dan alhamdulillah....setelah diskusi sana-sini, diizinkan. Yeay!! Lalu diskusi berlanjut seputar bagaimana pelatihan dan penugasan yang akan dijalani. Hehm...setahun ya akan terpisah dari ortu... setahun ya (bahkan lebih) saya akan pergi. Begitu saya berangkat pelatihan, maka minimal setahun lagi baru saya akan pulang. Tentu ada rasa berat di saya dan ortu. Tapi sudah mantab. Lanjut!! Jarak bukan kendala. Yang perlu dipikir adalah...saya belum punya koper.
Singkatnya, segala hal disiapkan. Tidak saya sangka persiapan yang sedang saya lakukan dalam beberapa hari itu untuk satu tahun kepergian saya. Sehingga...momen hari raya Idul Fitri 1435 H pun, sekaligus jadi ajang berpamitan kepada sanak saudara. Bisa jadi tahun depan saya tidak bisa merayakan Idul Fitri bersama.
Tentang pelatihan. Saya masih bingung bagaimana berangkat ke Jakarta. Masih di masa arus mudik-balik. Kereta penuh, bus bukan jadi opsi menarik untuk perjalanan jarak jauh buat saya. Haruskah tengok tiket pesawat? Saya tidak pernah naik pesawat! Dan pasti mahal di saat musim hari raya begini. Mengontak Liska, akhirnya sepakat berangkat bersama saja, cari tiket pesawat yang masih tersedia. Hanya itu opsi yang memungkinkan. Lalu kami dapat jadwal penerbangan dari Bandara Abdurrahman Saleh Malang, tanggal 10 Agustus 2015. Sehari sebelum pelatihan dimulai.
Hingga akhirnya tiba di hari keberangkatan. Sahabat Army turut mengantar hingga ke bandara. Saya masih menunggu Liska untuk boarding bersama. Dengan datangnya Liska, itu artinya betul saat itu waktunya untuk berpisah. Untuk sementara saja. Untuk saya yang mengejar mimpi.

...

Saya dan Liska naik pesawat yang membawa kami ke Jakarta.


Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar