Rabu, 02 Januari 2013

Malaikat tanpa sayap : Tentang Cinta, Kematian, dan Pilihan



Malaikat tanpa sayap. Adalah judul film yang diangkat dari kumpulan cerita Dee (Dewi Lestari) di Rectoverso. Aku termasuk orang yang nonton film-nya dulu dan sampai detik aku tulis ini, aku belum baca bukunya. Nontonnya pun dari tayangan special tahun baruan di salah satu tivi nasional yang kebetulan “lebih suka” mempromosikan film-film Indonesia.
Diperankan oleh Adipati Dolken (Vino), Maudy Ayunda (Mura), juga ada Surya Saputra (Amir, bapaknya Vino), Ikang Fawzi (bapaknya Mura), Kinaryosih (Mirna, ibuknya Vino), Agus Kuncoro (Calo), Geccha Qheagaveta (Wina, adiknya Vino). Bercerita tentang Vino si anak SMA yang memilih keluar dari sekolahnya akibat kesulitan ekonomi keluarganya. Awalnya keluarga Vino ini kaya, sampai akhirnya oleh karena suatu sebab rumah keluarganya yang besar harus disita bank, mengontraklah mereka yang bayaran kontraknya pun menunggak. Ibu Vino tak tahan dengan keadaan itu kemudian pergi meninggalkan suami dan anak-anaknya. Vino sendiri punya hubungan yang kurang harmonis di keluarga ini, karena itu selama ini dia lebih suka di luar rumah dibanding memperhatikan keadaan keluarganya. Pun hubungan dengan bapak dan adiknya, tidak dekat. Sampai akhirnya terjadi musibah kepada Wina yang mengharuskan operasi atau kalau tidak kaki adiknya itu terpaksa harus diamputasi. Vino yang mulai merasa menjadi bagian dari keluarga yang dirundung kesulitan ini tergerak untuk menyelamatkan sang adik. Lalu bertemulah dia dengan seseorang yang menawarkan jalan keluar untuknya: Calo.
Di lain sisi, ada seorang Mura. Anak tunggal yang kini diasuh oleh orang tua tunggal, bapaknya. Ibunya sudah meninggal akibat penyakit. Mura pun menderita penyakit yang tidak sembarangan, penyakit jantung. Karena penyakitnya itulah dia sangat dijaga oleh bapaknya, karena itu dia homeschooling, karena itu dia bisa dibilang tidak punya banyak teman, eksistensinya terbatas pada dunia maya. Mura yang merasa harinya hanya menunggu takdir kematian datang seperti burung-burung yang tanpa jam selalu terbang di angkasa sore. "Kematian tahu waktunya," menurutnya. Mura yang tegar, yang tidak mau dikasihani karena penyakitnya, yang tidak mau dicintai hanya karena belas kasihan. Mura yang sakit rutin check up ke rumah sakit, terutama untuk menantikan adanya donor jantung yang dapat ditransplantasikan untuknya, memberikan harapan baru. Di sinilah kedua sisi itu bertemu, di rumah sakit. Vino dan Mura.
Otak Vino memutuskan untuk mengingat Mura sejak pertemuan pertama mereka. Otak Vino juga tak lupa akan kondisi adiknya dan mempertanyakan apa yang sudah dia perbuat untuk keluarganya. Teringatlah dia kepada calo setujulah dia menerima tawarannya: mendonorkan jantung yang diganjar dengan bayaran yang lebih dari cukup untuk sekedar mengoperasi kaki Wina. Vino merasa tugasnya jadi pahlawan berjalan…dengan mengorbankan dirinya.
Singkat cerita Wina berhasil dioperasi. Rumah yang disita bank dapat ditebus kembali. Vino semakin dekat dengan Mura walau dia belum tahu bahwa perempuan yang baru dikenal dan dicintainya itu sedang sekarat. Karena ketidaktahuan ini, Vino hampir-hampir saja mencelakakan Mura. Bapak Mura juga nyaris mempersalahkannya, kalau tidak segera dicegah oleh Mura yang lagi-lagi mengingatkan bapaknya bahwa Vino-lah yang mencintainya, bukan karena kasihan semata. “Embun tidak perlu mengubah dirinya untuk dapat dicintai daun,” begitu kata Vino kepada Mura.
Vino yang merasa hidupnya lebih berarti, kembali ragu pada niatnya mendonorkan jantung. Sama saja dengan bunuh diri atau kalau tidak, menjual dirinya sendiri. Vino yang ingin hidup lebih lama untuk bapaknya, untuk Wina, untuk Mura. Terombang-ambing dia ingin mengurungkan niatnya jadi pahlawan. Hingga…kenyataan terbuka di hadapannya bahwa Mura sedang sekarat karena penyakit jantung. Bahwa jantung yang akan didonorkannya adalah untuk Mura.
Di tengah kebimbangan Vino memilih untuk melanjutkan apa yang menjadi keputusannya, mendonorkan jantung. Namun sebelumnya dia ingin berbuat sesuatu untuk bapaknya dan untuk Mura, dia tulis juga “surat wasiat” untuk orang-orang terkasihnya. Setelah itu, dia temui calo untuk menuntaskan perjanjiannya. Sementara itu, Mura dan bapaknya segera bersiap berangkat ke Singapura untuk operasi transplantasi jantung. Mura masih saja menanyakan ketidakhadiran Vino.
Vino siap menghadapi maut di kamarnya. Obat yang akan mengantarkannya pada kematian sudah bertumpuk di tangannya layaknya permen saja. Berikutnya, tak sadar dirilah dia, tergeletak oleh tumpukan obat layaknya permen itu. Tak sadar pula Vino, di bagian lain dalam rumahnya, ibunya yang sudah lama pergi kembali mencoba membujuk Wina untuk ikut bersama meninggalkan bapak dan abangnya. Tak sudi Wina. Sang bapak membelanya, mencegah anak yang dikasihinya direbut mantan istri yang meninggalkan keluarganya. Bahkan tertembak si bapak oleh “pacar baru” istrinya.
Dua anggota keluarga yang sekarat, Vino dan bapaknya, dibawa ke rumah sakit oleh ambulans yang meraung-raung. Calo organ sudah menanti. Menanti jantung, layaknya makelar mobil yang sudah menemukan mobil keluaran terbaru untuk klien pemesannya. Tak disangka, tanpa sepengetahuan siapa pun, bapak Vino diam-diam sudah tahu wasiat Vino. Di tengah sekaratnya dia memohon menggantikan janji Vino untuk memberikan jantungnya.
Vino terselamatkan. Mura terselamatkan. Wina mendapat ayah baru yang bukan lagi sopir taksi, bapaknya Mura menjadi bapak Wina. Dan mereka hidup bersama sebagai keluarga baru.

Cerita yang terlalu sedih untuk menuju sebuah happy ending. Dan sekali lagi, dasar film ini adalah tulisan Dee. Dee yang juga penyanyi dari grup-nya RSD (Rida, Sita, Dewi), mencipta serta menyanyikan lagu untuk OST film ini, Malaikat Juga Tahu judulnya:

Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian
Tetapi kesempatan untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri
Cintakulah yang sejati
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Kau selalu meminta terus kutemani
Engkau selalu bercanda andai wajahku diganti
Relakan ku pergi
Karna tak sanggup sendiri
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu Aku kan jadi juaranya
[Lirik lagu Malaikat Juga Tahu - Dee]

Malaikat tanpa sayap. Semua ini menjadi perenungan tentang: cinta, kematian, dan pilihan.

Cinta
Apa yang kita cintai akan menjadi pusat, menjadi muara semua apa yang kita lakukan dan perjuangkan. Cinta lebih dari sekedar kata, cinta itu kata kerja yang menuntut perbuatan.
Cinta pada keluarga, berarti melakukan peran sebaik mungkin untuk menjaga keutuhan dan keharmonisan, serta kehangatan keluarga. Menyadari bahwa satu sama lain saling membutuhkan, sebagai anak, saudara, bapak, ibu, punya porsi saling menyayangi dan menumbuhkan.
Cinta pada belahan jiwa, berarti menjaganya agar tak terluka, agar tak tergelincir. Kepada dan terhadapnya kita menjaga kehormatan diri, maka pada belahan jiwa ada kata yang istimewa dari Salim A. Fillah, “Kadang kau harus meneladani matahari. Ia cinta pada bumi; tapi ia mengerti; mendekat pada sang kekasih justru membinasakan.”
Cinta pada diri sendiri, bahwa sebenarnya bukan kita yang berhak atas jasad ini. Jasad yang ke mana-mana terbawa ini hanyalah titipan dari pemiliknya. Pemiliknya yang selalu memperhatikan ciptaanNya. Dialah yang sepenuhnya berhak atas jasad ini. Maka wajiblah kita menjaga titipan sebaik-baiknya hingga pemiliknya yang meminta kembali saat waktunya telah tiba, bukan kita yang lalu memutuskan mencukupkan waktu, memutuskan habisnya waktu atas diri sendiri.
Dan semua cinta itu tak boleh melebihi cinta kepada Allah dan RasulNya. Cinta pada Allah dan RasulNya juga kata kerja. Hatinya percaya, bahkan lebih dari percaya, yaitu yakin karena telah mengenalNya. Lisannya berucap, menegaskan kata hatinya dan akan selalu terucap. Badannya berbuat, di mana saja dan kapan saja setiap nafas berembus.

Kematian
Bahwa kematian adalah niscaya, maka tidak perlu ditakutkan atau dirisaukan. Pasti akan datang, tepat waktu, tak kurang, tak lebih di saat yang telah diizinkan oleh Allah. Itulah yang namanya takdir, yang diizinkan oleh Allah untuk terjadi.
Bahwa kemisteriusannya penuh hikmah, tugas yang masih hidup adalah menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk dibawa saat mati. Bekal itu adalah jejak kita di dunia: ilmu, amal, keturunan yang sholeh. Yang hidup boleh berharap sedalam-dalamnya agar kematiannya adalah sebaik-baiknya dan jejak kebaikannya sudah sebanyak-banyaknya.

Pilihan
Bahwa menjalani hidup berarti selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan. Inilah proses sebelum hadirnya keputusan. Dalam cerita ini, Vino bukannya tak punya pilihan. Bisa saja dia tetap pada kelakuannya yang cuek, bisa saja di awal konflik keluarganya dia lari dari keluarganya. Atau di saat adiknya perlu operasi ketika tak ada lagi uang, bisa saja dia tak mengurungkan niatnya untuk bunuh diri lompat dari gedung. Atau saat calo mengejar-ngejarnya menagih janji dia bisa saja tak ambil pusing lalu lari membahagiakan dirinya. Tapi tidak! Jika seperti itu cerita dan film Malaikat tanpa sayap akan meninggalkan kesan yang berbeda, tentang anak broken home yang frustasi berakhir bunuh diri. Tidak, rupanya bukan itu yang ingin disampaikan. Vino memilih untuk bertindak seperti yang dikisahkan pada alur cerita.
Dari mana pilihan itu datang? Bagaimana bisa itu jadi keputusan? Itu karena ada nilai-nilai dalam diri kita. Nilai-nilai moral, antara baik dan buruk. Antara yang benar atau salah. Maka kita selalu diingatkan untuk melatih kepekaan agar setiap pilihan kita adalah pilihan yang baik dan benar.
Maka janganlah katakan kita tak punya pilihan. Bukan! Bukan begitu. Kita selalu punya pilihan. Bahkan “tidak” juga suatu pilihan. Yang harus kita sadari adalah setiap pilihan punya konsekuensi. Dan sebelum memilih, selayaknyalah kita sudah siap dengan konsekuensi itu.

Malaikat tanpa sayap. Ya! Di sekitar kita banyak malaikat tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan. Dianya yang dimaksud bukanlah makhluk Tuhan yang tak memiliki nafsu, hanya berakal, dan selalu bertasbih kepada Tuhannya itu. Bukan! Bukan mereka. Malaikat tanpa sayap tak jauh dari sekeliling kita. Merekalah siapa saja para penolong yang tulus membantu dan tulus mencinta. Mereka menyerupa seolah malaikat yang turun ke dunia. Mereka ada di mana-mana, terkadang tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan. Mari kita rindu bertemu mereka, maka beruntunglah kita di saat dapat membersamai mereka. Mungkin saja kita bisa berkesempatan menjadi malaikat tanpa sayap bagi mereka? :)
Wallahu alam…

8 komentar:

  1. “Kadang kau harus meneladani matahari. Ia cinta pada bumi; tapi ia mengerti; mendekat pada sang kekasih justru membinasakan.”

    Aseekkkkkk.....
    Ijin ngopi quote bwat jd status fb. Hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. silahkan... yang punya quote suka berbagi apalagi kalau punya arti...

      dan artinya quote itu adaLaaahh... uuhhmm... kasi tau/ga ya? km mau diterangin/ga yu?

      Hapus
    2. Ga usah repot2 nerangin wez...
      Aq lbh suka berimprovisasi. Meng-andai2 sendiri.
      Haha...

      Hapus
    3. aQ suka direpotin kog, yuu... dan suka bercerita.. ^_^v

      Saya Islam.
      di Islam semua tuntunannya jelas untuk kebaikan pelakunya.
      termasuk yg sdg mau dibahas ttg quote itu.
      di postingan blog-ku quote itu kutulis di bagian Cinta pada belahan jiwa. Belahan jiwa, sebenarnya ini bisa diartikan luas banget. tapi OK kali ini bisa diartikan "pasangan hidup" eeaa..
      tentang pasangan hidup, intinya adalah gag ada yang halal sebelum nikah. kalo gag halal berarti haram. kalo haram berarti dosa. intinya adalah: menjaga diri, menjaga yang dicintai.
      biar gag salah omong, ku kutipin kata-katanya ust.Felix Siauw deh. semoga ada pelajarannya ya walo kita beda keyakinan.

      banyak cara dari halal sampai haram untuk mencintai wanita | dan cara paling mulia mencintai wanita itu menikahinya karena Allah

      banyak cara dari halus hingga kejam untuk menyakiti wanita | dan cara yang paling sadis adalah mencintai tanpa menikahinya

      pernikahan karena Allah | tanpa harta jadi cerita, banyak harta alasan tertawa | senang duka tipis beda, karena iman bisa terjaga

      pernikahan karena syahwat | berduit sulit, kurang duit sakit | berpisah khianat, bersama saling melaknat

      yang dicari lelaki bukan wanita gaul | tapi wanita yang santun pekerti, elok perangai, dan anggun hati | calon ibu bukan hanya istri

      yang dicari wanita bukan lelaki kaya | tapi akal pandai, iman tinggi, berbudi ranggi | mengayomi dan mengerti bukan hanya mendampingi

      perlu digarisbawahi bahwa MAPAN | itu adalah keadaan SETELAH NIKAH

      dan ust.Salim bilang yang penting itu persiapan, di : http://salimafillah.com/menjaga-menata-lalu-bercahaya/

      Hapus
    4. Yap, saya rasa semua agama pasti bertujuan untuk kebaikan pengikutnya. Cmn caranya saja yang berbeda..
      Dan mohon maaf, saya kurang setuju dengan pendapat di atas yang berbunyi:

      "banyak cara dari halal sampai haram untuk mencintai wanita | dan cara paling mulia mencintai wanita itu menikahinya karena Allah

      banyak cara dari halus hingga kejam untuk menyakiti wanita | dan cara yang paling sadis adalah mencintai tanpa menikahinya"

      Aq lbh setuju quote ttg matahari dan bumi.
      Menurutku, cara paling mulia mencintai wanita ya mencintainya tanpa syarat, tanpa mengharapkan suatu imbalan apapun. Kalo memang tdk memungkinkan utk menikah, ya sudah, tdk usah dipaksakan utk menikah. Itu demi kebaikanq, dirinya, dan kebaikan banyak pihak lainnya.
      Cara paling sadis mencintai wanita justru kalo menurutq menikahinya karena suatu alasan khusus seperti karena dia itu sosok yang santun pekerti, elok perangai, anggun hati, calon ibu bukan hanya istri, dll. Jika memang dia menikahinya karena salah satu contoh elok perangai, akan timbul pertanyaan penting: "Jika dia sudah tidak elok perangai lagi, apakah dia akan tetap mencintai wanita yang dinikahinya dlu??" Juga pertanyaan pertanyaan lain, misal nikah karena kaya akan timbul pertanyaan: "Ketika dia sudah tidak kaya lagi, apakah dia tetap akan mencintainya??"
      Jadi menurutku ada baiknya kalo kita tulus mencintai tanpa syarat....

      Hapus
    5. waa...konsep dan interpretasinya beda ini.. :)
      sampek bingung aQ gimana mau nanggapinya

      yaa...
      semoga bayu bisa tulus mencintai tanpa syarat kepada orang yang benar, di waktu yang tepat, dengan cara yang baik

      semoga bayu nantinya bisa paham... atau bisa memahami konsep/interpretasi yg menurutku. gag harus setuju, melainkan paham...

      Hapus
  2. pik,,,aku gag paham,,,butuh les privat denganmu

    BalasHapus
  3. Cinta itu pemberian dari yang di atas. Ga bisa di cari

    BalasHapus