Minggu, 21 Oktober 2012

4 Hari Malang-Surabaya, ±80 jam, 80 km : Sebuah Catatan Perjalanan


4 hari dimulai hari Minggu, tanggal 16 Oktober 2012
Cerita ini dimulai dari Malang…

Hari ke-1
Proyek sajadah (part.2) bersama teman-teman di komunitas Sahabat 5 cm…Ranger Malang. Agak telat nyampek rumah Mb.Frida (as basecamp and meeting point) di Sukun. Waktu aku datang di sana sudah ada Mb.Frida, Mas Faris, Reni, Echa, Livia, lalu segera disusul mbak Rere yang datang bawa “property” yg akan dibagi. Kehadiran mbak Acol untuk sementara diwakili oleh pisang balut tepung dan selainya yang kami bantai ramai-ramai.
Masih ada yang ditunggu, mas Agista. Sambil menunggu…menunggu…akhirnya menjelang ashar tiba Mbak Rere dan Mas Faris berangkat duluan ke destinasi pertama. Satu tim sudah berangkat. Kemudian disusul Reni dan Echa, tim kedua. Begitu Mas Agista datang (bersama Dina) kami langsung berangkat, berpencar dalam 2 tim menuju masjid/mushalla yang dalam jangkauan. Aku sendiri bersama tim yang menuju masjid di PG Kebonagung, lalu ke Masjid RST. and Mission completed..
Meeting point selanjutnya setelah keliling adalah: Alun-alun kota…ku parkir dulu si DuLDuL d’motorbike di depan masjid Jami’. Tunggu semua kumpul…aku andok tahu petis bareng 2 sobat Ranger: mas Agista & Dina. Seingatku ini pertama kalinya setelah lama bertahun-tahun aku tak pernah sengaja berlama-lama di Alun-alun.

Alun-alun kota Malang…
Berada di tengah kompleks pusat perbelanjaan kota. Saat sore hari di sana banyak pedagang yang menjajakan jualannya. Sandal, sepatu, mainan, makanan, camilan, balon sabun, aksesoris… pasar rakyat, hiburan rakyat. Melihat sekitar…orang-orang lalu-lalang mencari penghidupan, pengharapan, jalan-jalan, hiburan, atau seperti kami para Ranger…kumpul-kumpul bersama.
Waktu berlalu, akhirnya satu-persatu tim menyelesaikan misinya. Kami ngumpul beneran akhirnya. Plus nambah personil. Kali ini ada mas Faris (yg satunya lagii…), yang kami nyebutnya Ranger galau (antara Surabaya dan Malang, cz domisili di Pasuruan…haha). Dan mbak Ana+mabk Acol turut bergabung.

Sahabat 5 cm, Ranger Malang..
Belum lama aku di sini. Baru. Sangat baru. Newbie. Berawal dari sebuah novel 5 cm-nya Donny Dhirgantoro. Sebuah novel yang entah apa saja kata reviewer, resensi buku, atau kritikus bilang, menurutku..novel ini tentang persahabatan dan nasionalisme. Dan dengan semangat itu Sahabat 5 cm dibentuk, dengan jiwa yang sama kukira.
Hari ini ada yang berbeda. Tidak seperti sebelumnya (Sajadah part.1) yang setelah rangkuman laporan kegiatan kami makan2, seneng2 dengar cerita satu sama lain. Kali ini masih tetap ada cerita…tapi…ada 1 cerita tentang perpisahan. Mbak Frida pamitan akan segera terbang ke pulau Sumatra ikut suaminya, pergi dari Malang. Bukannya tak akan kembali, tapi kembalinya akan lama. T_T
Aku belum lama kenal mereka. Tapi aku ikut haru karenanya…

Di sela obrolan…adzan berkumandang dari masjid Jami’. Maghrib datang. Terdengar jelas sekali dari tempat kami melingkar di rumput alun-alun. Menoleh ke kiri…ada pemandangan unik yang kulihat. Ada orang shalat, di tengah rumput-rumputan *sigh
Usianya sekitar 40an menjelang 50, rambutnya sudah ada yang memutih, panjangnya sampai di bawah telinga, berkopyah hitam, pakaiannya lusuh, sudah tak terlalu kentara apa warna aslinya…
Diperhatikan lagi… orang ini tadi wudhu/gag ya?  Darimana? Kapan? *mikir
Padahal masjid tinggal nyebrang… belum iqamat *mikir
Sampai salam…orang ini berdiri…jalan ke sekitar…mulai teriak-teriak…
Oohh…ternyata orang kurang waras. Tapi shalat…tapi di rerumputan… *mikir
Teriak-teriak nyuruh orang pergi ke masjid. Shalat…
Hampir semua orang sealun-alun diteriaki suruh shalat…yang akhirnya si bapak ini sampai di lingkaran kecil yang kami buat. Teriak-teriak. “SHALAT!!!” Quran dan hadist keluar…tapi bukan itu saja, sumpah serapah juga, nantang juga…
Kami memang mau bubar, setelah kata perpisahan terakhir, berpelukan, beberapa nangis, beberapa menenangkan yang lain. Kami memang mau bubar, mau shalat. Sebentar lagi iqamat.
“SHALAT!!” begitu kata si bapak itu…
Orang ini kurang waras (dalam arti yang sesungguhnya). Dan shalat. Tapi kurang waras… *mikir


Hari ke-2
Hari berganti. Ceritapun bertambah lagi. Saat itu hp-ku tergeletak begitu saja, putus asa mengharap balasan sms yang tak kunjung berbalas dari seseorang yang tak ingin kunantikan. Aku memang sedang sangat amat tidak berselera dekat-dekat benda yang satu itu, walaupun biasanya hp itu selalu ada di dekatku. Tiba-tiba…
Ringtone Rolling Star-nya YUI dari hp nexian itu meraung-raung…nomornya tak ku kenal. Nomor lokal Surabaya. Akhirnya ku angkat begitu saja. “Hallo…Assalamu’alaykum…” bicara…
Dari PT “X”, sebuah panggilan tes wawancara kerja, untuk pertama kalinya. Dari obrolan singkat itu aku tahu 2 hari ke depan aku harus ada di ibu kota propinsi Jatim (Surabaya, red.) menghadap HRD. Ada sesuatu yang meloncat-loncat kegirangan di dalam hati.

Hp berbunyi lagi. Kali ini sms. Dari mbak Acol. Farewell party kecil-kecilan buat mbak Frida si “Bu Paus” nanti malam. Bisa ikut/ga ya? Pending. Ada sesuatu yang perlu ku urus saat ini.
Hp berbunyi lagi. Sms dari Hanif, teman di DPO ormagika. Analisis evaluasi dari kuesioner pengurus sudah dikirim. Kubuka di PC, bukannya dari Laptop. Saudah laptopku sedang rusak chargernya, untuk sementara tak bisa membantuku. Huhmm…. ada yang kurang. I need a backup plan. I need to use Saudah, lately…
Oya! Sore ini panitia forum diskusi Gizi divisi Internal ormagika ada forum komting. Aku sudah berjanji ingin datang. Dolan.
Ok! Soal laptop. Pertama, aku perlu charger untuk menghidupkan kembali Saudah. Dian tujuanku yang bisa membantu. Aku perlu waktu untuk membuat lanjutan analisis survey pengurus ormagika. Kupilih untuk menyepi, buka ‘n download kiriman tambahan dari Hanif di perpustakaan UB setelah mampir sejenak ke GPP, absen di forum panitia forum diskusi, ketemu kadiv internalnya, berbincang. Di perpus UB itu aku duduk berbagi meja dengan seseorang. Laki-laki. Maba teknik. Aku tau dari tampilannya yang khas. Tak ada yang kami bicarakan hingga akhirnya gelap datang. Anak itu berpamitan.

“Dari fakultas mana, mbak?”
“Owh…FK. Ambil Gizi-nya”
“Angkatan?”
“Angkatan tua. Hihi…saya baru lulus”

Setelah ber-ooo ria, pergilah dia. Aku juga cap cus tak lama kemudian. Maghrib sudah datang.

Tentang ormagika. Tentang pengurus…
Sedari di perpus hingga akhirnya aku pulang…analisis survey pengurus ini membawaku pada satu kesimpulan yang cukup membawa kejelasan bagiku juga. Tidak salah kalau ada ungkapan perbaikan itu niscaya akan selalu ada…


Hari ke-3
Hari ini waktunya berangkat ke Surabaya. Kurencanakan menginap satu malam di rumah Mbah Parwan di Medaeng, untuk besoknya minta diantar om Ali ke tempat tes.
Kusempatkan tidur sebentar karena kemarinnya aku baru tidur setelah lewat tengah malam. Ada yang dipikirkan. Baru setelah bangun sepenuhnya, kupersiapkan semuanya untuk segera berangkat ke kota kelahiranku itu.
Menjelang jam 11. Sudah separuh jalan kaki menuju gang, menuju angkot yang akan menggantikan peran duLduL d’motorbike di hari ini, tenyata papa pulang. Oke! Alhamdulillah gag jadi ngangkot. Mampir rumah Dian mengembalikan charger yang Q pinjam. Terima kasih.
Sampai terminal Arjosari Malang sesaat setelah masuk waktu dhuhur. Aku sudah lama gag memanfaatkan transportasi publik, jadi berasa udik akan banyaknya perubahan di terminal.
Sudah gag ada bayar peron. Sudah gag ada kenek-kenek yang narik2 penumpang. Tapi sebentar…tujuan pertamaku bukan langsung naik bus tujuan Surabaya. Cari mushalla dulu, belum shalat Dhuhur. Dan seumur-umur baru ini pertama kalinya aku shalat di mushalla terminal, terminal Arjosari, terminalnya orang Malang, kota yang sudah dari 1995 aku sudah di sini. Baru sekarang aku tau persis di mana letak mushalla-nya. Bayar ponten dan untuk wudhu-nya juga gag ditarik bayaran… ^^
Selesai..
Saatnya masuk bus. Pinginnya sih naik bus biasa aja, tapi apa salahnya juga naik bus patas? Dipeseni gitu juga ma ortu. Naik patas aja. Okelaah…terserah. Ku mau cepet nyampe Surabaya aja. Jadi begitulah, akhirnya naik patas. Kurang dari 2 jam perjalanan. Lumayan cepet.
Gag banyak yang perlu dilakukan setelah nyampe Medaeng. Nemenin Kiki (sepupu, red.) “membunuh waktu” sebelum ngerjain tugas-tugas sekolahnya (sepulang sekolah), sms-an ma Mbak Maya (yg ternyata tahun lalu pernah wawancara juga di tempat yang sama), jajan, makan, cari map. Begitulah…sampai akhirnya selepas maghrib diajak om “survey” tempat yang besoknya bakal kukunjungi. ^^


Hari ke-4
Pagi berangkat. Sempat terjebak macet di bunderan A.Yani Surabaya. Fiuuhh…kota besar Indonesia. Alhamdulillah nyampek tempat tes dalam waktu yang masih tolerable. Dari sekitar 30-an peserta tes, hanya satu yang kukenal: Mbak Amin, Gizi’07. Peserta yang lain, kulihat rata2 sudah berumur, jadi merasa imut di antara mereka semua.
Pertama tes tulis. Ada 3 tahap: riwayat hidup, pertanyaan essay, lalu soal-soal manajemen. Sesudah itu berhubung aku (dan satu lagi peserta dari Bojonegoro) bersal dari luar Surabaya, maka kami berdua langsung akan diwawancara. Tapi nanti…jam 1 siang. Dan kami turut diantar ke lokasi tes selanjutnya. Menanti waktu wawancara, kami habiskan dengan mengobrol. Temanku yang baru ini namanya Liva. Lulusan D3 IPB. Huhmm…kampus yang dulunya aku pingin ada di sana. What a coincident…
Liva ini teman ngobrol yang asik, sampai akhirnya kami kelaparan (hampir masuk jam makan siang). Kami memutuskan untuk keliling sebentar cari makan…eh…ditawari makan di kantin aja sama salah satu pegawai. Alhamdulillah, makan siang gratis.
Setelah makan, shalat dhuhur di masjid kompleks. Lanjut cerita-cerita bareng Liva. Tentang wawancara kerja, tentang kampus masing-masing, tentang kosan dan teman-teman Liva, tentang Gizi dan teman-temanku. Tentang cita-cita… tempat baru, teman baru. Like this.
Waktu sudah menjelang jam 1. Kami kembali ke tempat wawancara. Tak lama kemudian aku dipanggil duluan. Nothing to lose, tanpa beban. Bismillah…
Boleh kubilang, selain wawancara tentang pekerjaan, tanya-jawab kali ini boleh dibilang beberapa di antaranya merupakan Question of life. Selama tes hingga akhirnya selesai, ada beberapa hal yang satu-persatu aku sadari… huhm…
Dan begitulah pengalaman ini berjalan. Hingga akhirnya tiba saatnya harus berpisah dengan Liva si teman baru setelah bertukar nomor hape. Aku akan kembali ke Malang.
Sebelum balik Malang, pulang dulu ke Medaeng. Berpamit ria, baru sore harinya menuju terminal, terminal Purubaya Surabaya. Sok pingin update, kubeli “Kompas” dari kios Koran terdekat. Sudah sore nih, gag ada potongan harga Koran yah? Huh.
Suasana di ruang tunggu terminal Purubaya sudah banyak perubahan pula. Tidak ada bayar peron, ada petugas DLLAJR stand by mengatur antrian keluar bus dari tempat duduknya. Keren sekali bapak DLLAJR ini. Tidak ada kenek penarik-narik penumpang, barisan bus teratur, bahkan sekarang aku baru tahu kalau sekarang lajur bus biasa dan patas sudah dibedakan dengan penanda trayek yang jelas, jadi lebih memudahkan penumpang.  Perjalanan pulang ini aku lebih memilih naik bus biasa beneran.

Perjalanan Malang-Surabaya-Malang kali ini benar-benar membawa dan menghadirkan sesuatu yang terbarukan.. ^^


Epilog
Sesampainya di Malang kembali, sudah gelap. Shalat maghrib dulu di mushalla yang aku sudah hafal tempatnya. Hihi…
Sudah jarang angkot yang akan membawaku ke terminal Gadang di dalam terminal. Kuputuskan terus berjalan. Cari angkot yang siap berangkat. Nge-slaa…
10 menit…15 menit jalan sendiri kayak orang ilang. Hape sudah mati kehabisan batere. Jalan gelap dengan cahaya dari lampu yang terbatas yang kulalui. Sumpah kayak orang ilang! Ayo dong, mana ini angkot yang siap berangkat mengangkutku pulang…
Dan akhirnya nongol juga angkot AG penyelamatku. Langsung naik ambil tempat di depan bareng pak sopir. Diam saja, masi mencoba nyala-nyalain hape, cz aku tau pasti mama saat ini mungkin sudah sempat telepon dan bingung karena gag nyambung. Lha emang mati si hapenyaa…
Berhasil nyala sejenak, sekedar tau ada sms dari mama, Liva, dari salah satu Ranger juga. Balas seadanya. Mati lagi.
Sampai di Gadang, kuputuskan naik becak saja menuju ke rumah yang jaraknya masih sekitar 2 km lagi dari terminal Gadang. Kali ini bapak pengayuh becakku sudah sepuh.
“Kok ngantos dalu, Pak?” tanyaku
“Iyo ndug, pancen nembe metu.”
Senyum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar