Bismillahirrahmanirrahiim...
Semoga
belum terlambat untuk mulai menuliskan cerita ini. Serangkai cerita yang akan melahirkan
seorang Retno yang baru. Cerita ini berawal pada sekitar tahun 2012.
Seorang
calon sarjana yang baru menyelesaikan Pre-Dietetic Internship, menunggu waktu
hingga hari yudisium dan wisuda tiba. Beberapa bulan terakhir dia sudah
menerka-nerka, ke manakah dia akan pergi setelah menyandang gelar sarjana gizi.
Apa lagi yang mau dia buat? Akan segera ada “S.Gz” di belakang namanya. Lama dia
merenung sendiri, berbagai pilihan terbuka. Mau berkarir,atau S2, atau yang
lain? Hehm...sebenarnya ada yang dia risaukan. Tentang apa sebenarnya passion yang dia punya, apa yang dia
mau. Dia hanya ingin berguna, seluas-luasnya, sebanyak-banyaknya. Bagaimana caranya?
Lalu
menarilah jemarinya di atas laptop. Seperti biasa, menulis dan mencari. Mencari
tau apa yang bisa dia perbuat. Entah bagaimana caranya, mungkin ada sesuatu
yang gaib yang mengarahkannya, tiba-tiba matanya membelalak, dahinya
mengernyit, membaca 2 kata: PENCERAH NUSANTARA.
Penasaran.
Dia sudah pernah tau, suatu gerakan semacam Indonesia Mengajar, Indonesia
Menyala. This Pencerah Nusantara thing’s sounds similar like that. But wait! What exactly is it?
Dia
habiskan segala informasi tentang Pencerah Nusantara. Mencoba mencari jawaban
5W+1H. Hehm...belum semua pertanyaannya terjawab, tapi dia sudah menemukan
sesuatu. Bahwa di sanalah, melalui Pencerah Nusantara, dia berharap bisa
melakukan sesuatu yang berguna, seluas-luasnya, sebanyak-banyaknya, semampunya.
Dia-nya
adalah saya. Mengenal Pencerah Nusantara sejak masih bayi di awal-awal kelahirannya,
lalu bertekad suatu saat saya akan bergabung di dalamnya. Tapi apa daya tahun
2012, saat pembukaan registrasi Pencerah Nusantara angkatan 1, saya belum
sepenuhnya lulus. Status saya masih menunggu yudisium dan wisuda. So I kept this for someday...
Lalu
saya melanjutkan hidup. Hingga pada suatu hari di Juni 2014...
Saat
itu saya tengah dalam tugas proyek penelitian survei tingkat nasional di satu
kabupaten di Jawa Timur. Sampailah kepada saya kabar Pencerah Nusantara membuka
pendaftaran untuk angkatan ke-3. Tanpa ragu, saya harus daftar! Beberapa hari
menyusun essay untuk aplikasi. Menuangkan buah pikir yang memang ingin saya
wujudkan bila diizinkan bergabung dalam barisan Pencerah Nusantara.
Essay
selesai, tibalah saat mengirim. Wah! Tidak semudah itu mengirim aplikasi ini. Saya
sedang survei, di daerah minim sinyal atau koneksi internet. Untuk mengirim
aplikasi secara online, kondisinya sedang tidak semudah itu! Mendekati waktu
deadline pengiriman, mendekati saat saya bersama tim survei harus berpindah ke
lokasi survei di gunung! Sama sekali tidak ada sinyal di sana. Jadi, bagaimana
pun caranya, aplikasi ini harus segera dikirim sebelum kami ke gunung! Hari ini,
saat itu. Usai survei biasa sudah sore, maka saya baru bisa “turun gunung” ke
kota baru menjelang petang hari, ke warnet terdekat untuk melengkapi aplikasi
online. Setelah dikirim, lega. Soal pulang balik “naik gunung” sudah gelap
karena minimnya penerangan jalan, itu urusan nanti! Haha...
SAYA
LOLOS!!! ALHAMDULILLAH... Lolos Tahap I Seleksi Pencerah Nusantara sudah begitu
bahagianya saya. Saya sambut bahagia undangan untuk hadir Seleksi Tahap II ke
Jakarta.
Dalam
hati ternyanyikan bait dari Sheila on 7, “Tunggulah
aku...di Jakartamu, tempat labuhan semua mimpiku. Tunggulah aku...di kota itu,
tempat labuhan semua mimpiku...” maaf agak berlebihan, tapi memang itulah
yang saya rasakan, saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar