Sudah
tulisan yang keempat tentang jurnal perjalanan saya menuju Pencerah Nusantara.
Begitulah...kesempatan seleksi di Jakarta ternyata tidak sekadar memperjuangkan
mimpi untuk bergabung di Pencerah Nusantara. Namun saya juga dapat
pengalaman-pengalaman baru, pertamakali-pertamakali yang baru, kenalan dan
saudara baru. What an amazing gift.
Subuhnya,
Afit berpamitan pulang balik duluan. Saya...masih berdiam saja di kamar hotel. Kereta
saya pulang balik ke Malang masih nanti siang. Siang nanti akan check out bareng Liska dan Nurul,
sekalian berangkat ke Stasiun Pasar Senen bareng. Arah kami sama, Stasiun Pasar
Senen. Untuk kemudian saya dan Nurul akan lanjut kereta yang sama (beda kursi)
ke arah Malang, Liska lanjut naik kereta ke Madiun, lanjut Ponorogo.
Sampai
stasiun, tidak disangka akhirnya bertemu juga dengan mbak Mega yang mau pulang
ke Tuban. Sambil menunggu kereta, duduk ngemper, dan ngobrol bersama. Hehm...pertemuan
singkat kurang dari 48 jam ini terasa selamanya.
Lalu
dengan begitu kami berpisah. Dibawa kereta masing-masing menuju kampung
halaman. Meninggalkan harapan di kota Jakarta. Membawa perkenalan teman baru,
hingga beberapa saat ke depan masih saling berkirim kabar melalui gadget yang pintar itu.
Yang
sama pada kami adalah, kami sedang menunggu. Sebuah pengumuman.
...
Hingga
sampai pada suatu hari. Hari Jumat, tanggal 25 Juli 2014. Hari Jumat yang
berjalan seperti biasanya di bulan Ramadhan. Kalau ada kesibukan atau
kesenangan, mungkin karena semakin mendekati Idul Fitri. Dari pagi juga saya
sudah keluar rumah mengurus beberapa hal. Tapi entah, ada perasaan yang beda
pada hari itu.
Jawabannya
saya dapat menjelang tengah hari. Saya masih di jalanan kota Malang. BBM
berdenting, notifikasi dari Afit. Pikiran langsung tertuju tentang Pencerah
Nusantara. Pengumumankah? Bukan saya rasa, karena di email terakhir tercantum
hasil seleksi tahap II akan diumumkan tanggal 31 Juli 2014. Dan hey...sekarang
masih tanggal 25. Belum saya buka BBM Afit, dalam hati
bertanya-tanya...setengah harap, setengah gelisah. Nanti saja sampai di rumah
akan saya baca pesan Afit.
Dan
ternyata benar! Pengumuman hasil seleksi dimajukan pada hari itu. Pesan Afit
berisi ucapan “SELAMAT”, saya lolos katanya. Wow...really????
Sehingga
tak lama kemudian, jari saya bergerak melihat notifikasi email. Dan salah satu
pesan di kotak masuk email saya tidak bohong...
I’m not dreaming, am I ? Alhamdulillah....baru saat
inilah saya gemetar...karena senang saya lolos.
Beberapa
pesan BBM juga masuk dari teman-teman se-kloter seleksi. Beberapa sama lolos. Beberapa
yang lain tidak lolos. Di antaranya yang tidak lolos ini termasuk Afit dan Mbak
Mega. Berusaha membesarkan hati mereka, dan bertambah syukur saya diberi
kesempatan bisa lolos. Selain saya, ada Liska dan Halimah juga lolos.
Alhamdulillah.
Jadi
di sisa hari itu dihabiskan dengan memantau pesan-pesan yang kemudian menyusul
masuk dari Pencerah Nusantara. Tentang surat resmi pengumuman hasil seleksi,
tentang pelatihan, lengkap dengan beberapa hal yang perlu disiapkan selama
pelatihan...di Jakarta. Kembali lagi, lagu “Tunggulah Aku di Jakarta” Sheila on
7 jadi soundtrack utama.
Surat Kelulusan bertanda tangan Prof. Nila F. Moeloek dan Mbak Diah |
Di
antara pesan masuk itu, salah satunya adalah perjanjian penugasan yang
menyebutkan di mana saya akan bertugas satu tahun lamanya. Where? What? Sulawesi Tengah? Seketika yang terpintas adalah
bagaimana menyampaikannya kepada orang tua. Orang tua sudah ikut senang saya
lolos, tapi kan belum tahu saya penempatan di mana. Ini jawabannya...di
Kecamatan Dampal Utara, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Tempat yang
membayangkannya saja belum pernah.
Tapi
pada akhirnya saya sampaikan jugalah berita bahagia ini (bahagia buat saya,
karena berkesempatan ke luar Jawa), di hari itu, saat buka puasa. Dag dig dug...semoga diizinkan. Dan alhamdulillah....setelah
diskusi sana-sini, diizinkan. Yeay!! Lalu diskusi berlanjut seputar bagaimana
pelatihan dan penugasan yang akan dijalani. Hehm...setahun ya akan terpisah
dari ortu... setahun ya (bahkan lebih) saya akan pergi. Begitu saya berangkat
pelatihan, maka minimal setahun lagi baru saya akan pulang. Tentu ada rasa
berat di saya dan ortu. Tapi sudah mantab. Lanjut!! Jarak bukan kendala. Yang perlu
dipikir adalah...saya belum punya koper.
Singkatnya,
segala hal disiapkan. Tidak saya sangka persiapan yang sedang saya lakukan
dalam beberapa hari itu untuk satu tahun kepergian saya. Sehingga...momen hari
raya Idul Fitri 1435 H pun, sekaligus jadi ajang berpamitan kepada sanak
saudara. Bisa jadi tahun depan saya tidak bisa merayakan Idul Fitri bersama.
Tentang
pelatihan. Saya masih bingung bagaimana berangkat ke Jakarta. Masih di masa
arus mudik-balik. Kereta penuh, bus bukan jadi opsi menarik untuk perjalanan
jarak jauh buat saya. Haruskah tengok tiket pesawat? Saya tidak pernah naik
pesawat! Dan pasti mahal di saat musim hari raya begini. Mengontak Liska,
akhirnya sepakat berangkat bersama saja, cari tiket pesawat yang masih tersedia.
Hanya itu opsi yang memungkinkan. Lalu kami dapat jadwal penerbangan dari Bandara
Abdurrahman Saleh Malang, tanggal 10 Agustus 2015. Sehari sebelum pelatihan
dimulai.
Hingga
akhirnya tiba di hari keberangkatan. Sahabat Army turut mengantar hingga ke
bandara. Saya masih menunggu Liska untuk boarding
bersama. Dengan datangnya Liska, itu artinya betul saat itu waktunya untuk
berpisah. Untuk sementara saja. Untuk saya yang mengejar mimpi.
...
Saya
dan Liska naik pesawat yang membawa kami ke Jakarta.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar