Lho…kog Hitam (Gurih) Manis??? Gag hitam manis
aja???
Jawabannya…tergantung kita bakal ngomongin Gatot yang mana nih? Mas Gatot
Hitam Manis, atau… Gatot yang ini nih…?
Gatot....atau ditulis Gathot, secara Jawa |
Ahaha…kadang nama makanan Indonesia itu memang bikin penasaran. Seperti makanan
yang satu ini yang dinamai Gatot. Sampai sekarang pun saya belum ngeh kenapa
dinamai demikian. Mungkin Gatot ini nama orang pertama yang bikin?? Pak Gatot,
atau Mbah Gatot…yang jelas, bukan GAgal TOTal >_<
Makanan khas asal Jawa Tengah ini memang berasa
gurih dimakan, juga manis apalagi kalau makannya ditambah gula merah. Huuhm…
Makanan ini juga ngangenin. Kenapa? Karena saya yang
notabene orang asli Jawa Timur, lumayan susah dapat makanan ini setiap saat. Rasa
dan teksturnya yang khas itu lho…ngangenin. Ditambah parutan kelapa jadi
semakin mantab. Makanan ini dapat sering ditemui di Kabupaten Wonogiri di Jawa
Tengah, Gunung Kidul, Yogyakarta dan Blitar Jawa Timur.
GATOT,
MAKANAN NDESO YANG HEROIK
Sebagian orang mungkin memang menganggap makanan
dari singkong (ubi kayu) ini makanan yang ketinggalan jaman, ndeso, gag modern. Namun di balik semua
cibiran itu, gatot menyimpan sebuah sejarah yang mengiringi jaman kemerdekaan
lho… (plok…plok…plok…). Gimana tuh
cerita lengkapnya?
Di jaman perjuangan kemerdekaan dahulu, Gatot dan kembarannya,
tiwul, adalah makanan khas yang bisa memompa semangat juang para pahlawan. Dengan
segenap keterbatasan bahan makanan, para ibu-ibu jaman dahulu ikut andil dalam
membantu perjuangan dengan membuatkan makanan dari bahan yang ada agar bisa
dimanfaatkan menjadi makanan yang bisa menggantikan peran beras. Dahulu makan
nasi dalam sehari cukup sekali, setelah makan nasi pasti akan cepat lapar.
Dari bahan dasarnya saja, singkong. Singkong ini
dari jaman dulu memang tanaman yang tangguh. Bisa di tanam di mana saja, bahkan
di tanah yang gersang dan tandus, tetap tumbuh juga. Sekilas jadi ingat
penggalan lagu Koes Plus…orang bilang
tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Singkong juga
bahan makanan yang ekonomis. Dari jaman dulu kala selalu jadi alternatif
makanan yang dipilih saat tidak ada beras, atau saat sesuap nasi jadi makanan
yang mahal, atau saat nasi harus dihemat. Tapi bukan berarti gatot identik
dengan kemiskinan. Di daerah asalnya, makan gatot atau tiwul sudah membudaya,
dan menjadi pola makan sehari-hari pengganti nasi. Ndeso? Gag laah… bisa jadi makan gatot malah ingat jaman
perjuangan.. huhu…
BAGAIMANA
MENGOLAH SINGKONG JADI GATOT, PUTIH JADI HITAM?
Menarik sekali membahas proses mengolah gatot sampai
siap santap.
Singkong dan Gaplek, bahan baku Gatot |
Awalnya, singkong akan diubah jadi gaplek. Gaplek
dibuat dari singkong yang dikeringkan setelah dikupas. Masyarakat umumnya membuat
gaplek dengan cara sederhana, yaitu singkong dikupas, utuh atau dibelah kemudian
dijemur. Ada dua jenis gaplek, yaitu gaplek yang putih biasa ditepungkan atau dibuat
tiwul dan gaplek hitam yang disebut gatot. Warna hitam pada gatot dihasilkan oleh
bermacam fungi dan bakteri yang tumbuh karena selama penjemuran, singkong dibiarkan
pada hamparan siang dan malam. Perombakan pati menjadi senyawa yang lebih
sederhana oleh berbagai fungi dan bakteri menyebabkan tekstur gatot menjadi kenyal.
Adanya fungi dan bakteri ini menyebabkan terjadinya proses fermentasi yang
membuat pati dalam singkong terurai oleh enzim menjadi struktur yang lebih
sederhana sehingga lebih mudah dicerna.
Gaplek sedang dijemur |
Proses selanjutnya : gaplek yang kehitaman direndam dalam
waktu semalaman. Setelah itu, air rendamannya dibuang dan gaplek hitamnya
kemudian dicuci bersih dan dipotong kecil-kecil. Karena sudah mengalami perendaman
dan teksturnya sudah lebih lunak, gaplek calon gatot jadi mudah untuk
dipotong-potong. Gaplek hitam lunak yang sudah dicuil-cuil itu kemudian
ditanak, seperti menanak nasi. Sekitar dua jam kemudian, diangkat dari tungku
serta ditata dalam tampah agar cepat dingin. Hasilnya berupa gatot dengan warna
sebagian kecokelatan sebagian hitam, dengan tekstur kenyal dan rasa serta aroma
khas gatot. Cara memakannya seperti halnya makan nasi bersama sayuran dan
lauk-pauknya. Namun saat ini gatot lebih banyak dikonsumsi sebagai snack dengan
parutan kelapa dan kadang-kadang dicampur dengan gula merah. Biasanya gula
kelapa.
ISTIMEWANYA
GATOT
Perpaduan rasa gurih dengan sedikit rasa manis atau
pun asin merupakan ciri khas gatot. Di samping itu, teksturnya yang kenyal
ditambah sedikit kasar dari parutan kelapa menambah eksotisme tersendiri saat
mengunyah gatot. Mengonsumsi gatot dapat membuat kenyang bertahan lebih lama (awet wareg) karena alat pencernaan
membutuhkan waktu yang lama untuk mencerna gatot. Dan sekarang ini makan gatot
akan semakin lebih mudah karena kita tidak perlu repot-repot mengikuti proses
pembuatannya yang cukup ribet dan lama (belum lagi kalau salah caranya…rawan
kontaminasi…), kini sudah tersedia gatot instan. Tinggal beli, rendam, kukus,
sajikan!! Mudah sekali…^^
TINJAUAN
GIZI GATOT
Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu sumber karbohidrat
lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung.
Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi tepung.
Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri
dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar
lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat
makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein. Singkong segar
mengandung senyawa glokosida sianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh
enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang
ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi
pada kadar HCN lebih dari 50 ppm. Di samping itu, ubi kayu segar mengandung
senyawa polifenol dan bila terjadi oksidasi akan menyebabkan warna coklat
(browning secara enzimatis) oleh enzim fenolase, sehingga warna tepung kurang
putih.
Kandungan Singkong/Ubi Kayu per 100 gram |
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan HCN yang
terdapat dalam singkong, yaitu
dengan cara perendaman, pencucian, perebusan, pengukusan, penggorengan atau pengolahan
lain. Dengan adanya pengolahan dimungkinkan dapat mengurangi kadar HCN sehingga
bila singkong dikonsumsi tidak akan membahayakan bagi tubuh. Pengolahan secara
tradisional (seperti pada pengolahan
gatot) dapat mengurangi/ bahkan menghilangkan kandungan racun. Pada singkong, kulitnya dikupas sebelum diolah, direndam sebelum dimasak dan difermentasi
selama beberapa hari. Dengan perlakuan
tersebut linamarin banyak yang rusak dan hidrogen sianidanya ikut terbuang
keluar sehingga tinggal sekitar 10- 40 mg/kg.
Kandungan asam amino atau protein dalam gatot lebih
besar dari pada pada singkong, karena keberadaan jamur yang memproduksi asam
amino dari bahan pati singkong. Nilai gizi gaplek sendiri sebagai sumber karbohidrat
lebih tinggi dibandingkan beras. Setiap 100 gr mengandung 35,3 gram. Namun,
kandungan zat lain yang terdapat pada singkong (vitamin dan mineral) relatif
lebih kecil dari pada beras, terutama setelah pengolahan. Meskipun begitu,
singkong dan olahannya memiliki kandungan serat yang lebih tinggi daripada
beras. Oleh karena itu perlu diolah menjadi makanan pelengkap dengan cara
mengkombinasikan dengan pangan lainnya yang mempunyai nilai gizi lebih tinggi
maka akan sangat bermanfaat sebagai bahan pangan.
SINGKONG,
GAPLEK, GATOT…SAATNYA BICARA TENTANG DIVERSIFIKASI PANGAN
Hingga saat ini masih sulit mengubah persepsi
masyarakat bahwa pangan itu identik dengan beras. Padahal Indonesia ini kaya
akan keberagaman hayati, termasuk sumber-sumber karbohidratnya. Sejak dahulu
telah tumbuh budaya lokal (local wisdom)
mengkonsumsi non-beras dalam pola makannya yang terbentuk dari keyakinan,
tata-nilai, dan perilaku masyarakat.
Umbi-umbian, sumber Karbohidrat |
Selama ini memang sudah banyak dikampanyekan penganekaragaman
pangan, terutama makanan pokok, salah satu contohnya pencanangan gerakan sehari
tanpa nasi di suatu kota di Indonesia. Meski demikian, sayangnya ada pula upaya
yang dirasa tidak sejalan dengan penganekaragaman pangan, yaitu adanya dukungan
yang sangat besar terhadap produksi beras, atau kebijakan impor beras yang
otomatis mendukung berkembangnya pola makan berbasis nasi. Akibatnya konsumsi
beras rata-rata penduduk Indonesia adalah yang tertinggi di dunia dan citra
produk pangan selain beras menjadi relatif rendah.
Lalu mengapakah tak kita mulai dari sekarang untuk
menengok bahan makanan lain? Singkong, gaplek, gatot, atau berbagai hasil
olahannya hanya salah satu contoh. Sebut saja jagung, sagu, aneka ragam
umbi-umbian, kentang, dan lain sebagainya. Bahan-bahan makanan tersebut juga
unggul berdasarkan aspek gizi, keterjangkauan, dan aspek agronomis, yang
berarti tanaman-tanaman tersebut mampu beradaptasi pada kondisi lahan. Yang artinya
tidak perlu risau akan sempitnya lahan, produksi tetap dapat dilakukan. ^^
Tuh…dari gatot kita sudah banyak tau betapa kayanya
tanah Indonesia. Dari sejarahnya kita bisa menjiwai perjuangan para pahlawan. Dan
lebih dari itu…gatot, tiwul, dan kawan-kawannya bisa jadi pelopor diversifikasi
pangan di Indonesia
Maju terus kuliner Indonesia!!
Enak saja belum cukup. Harus bergizi. Go Gizi Go
Gizi Go!!! ^_^v
Kunjungi : http://nutrisiuntukbangsa.org/jelajah-gizi/ |
BAHAN
BACAAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar