4
hari dimulai hari Minggu, tanggal 16 Oktober 2012
Cerita
ini dimulai dari Malang…
Hari
ke-1
Proyek
sajadah (part.2) bersama teman-teman di komunitas Sahabat 5 cm…Ranger Malang.
Agak telat nyampek rumah Mb.Frida (as basecamp
and meeting point) di Sukun. Waktu aku datang di sana sudah ada Mb.Frida, Mas
Faris, Reni, Echa, Livia, lalu segera disusul mbak Rere yang datang bawa “property”
yg akan dibagi. Kehadiran mbak Acol untuk sementara diwakili oleh pisang balut
tepung dan selainya yang kami bantai ramai-ramai.
Masih
ada yang ditunggu, mas Agista. Sambil menunggu…menunggu…akhirnya menjelang
ashar tiba Mbak Rere dan Mas Faris berangkat duluan ke destinasi pertama. Satu tim
sudah berangkat. Kemudian disusul Reni dan Echa, tim kedua. Begitu Mas Agista
datang (bersama Dina) kami langsung berangkat, berpencar dalam 2 tim menuju masjid/mushalla
yang dalam jangkauan. Aku sendiri bersama tim yang menuju masjid di PG
Kebonagung, lalu ke Masjid RST. and Mission
completed..
Meeting
point selanjutnya setelah keliling adalah: Alun-alun kota…ku parkir dulu si
DuLDuL d’motorbike di depan masjid Jami’. Tunggu semua kumpul…aku andok tahu petis bareng 2 sobat Ranger:
mas Agista & Dina. Seingatku ini pertama kalinya setelah lama
bertahun-tahun aku tak pernah sengaja berlama-lama di Alun-alun.
Alun-alun
kota Malang…
Berada
di tengah kompleks pusat perbelanjaan kota. Saat sore hari di sana banyak pedagang
yang menjajakan jualannya. Sandal, sepatu, mainan, makanan, camilan, balon
sabun, aksesoris… pasar rakyat, hiburan rakyat. Melihat sekitar…orang-orang
lalu-lalang mencari penghidupan, pengharapan, jalan-jalan, hiburan, atau
seperti kami para Ranger…kumpul-kumpul bersama.
Waktu
berlalu, akhirnya satu-persatu tim menyelesaikan misinya. Kami ngumpul beneran
akhirnya. Plus nambah personil. Kali ini ada mas Faris (yg satunya lagii…),
yang kami nyebutnya Ranger galau (antara Surabaya dan Malang, cz domisili di
Pasuruan…haha). Dan mbak Ana+mabk Acol turut bergabung.
Sahabat
5 cm, Ranger Malang..
Belum
lama aku di sini. Baru. Sangat baru. Newbie. Berawal dari sebuah novel 5 cm-nya
Donny Dhirgantoro. Sebuah novel yang entah apa saja kata reviewer, resensi
buku, atau kritikus bilang, menurutku..novel ini tentang persahabatan dan
nasionalisme. Dan dengan semangat itu Sahabat 5 cm dibentuk, dengan jiwa yang
sama kukira.
Hari
ini ada yang berbeda. Tidak seperti sebelumnya (Sajadah part.1) yang setelah
rangkuman laporan kegiatan kami makan2, seneng2 dengar cerita satu sama lain. Kali
ini masih tetap ada cerita…tapi…ada 1 cerita tentang perpisahan. Mbak Frida
pamitan akan segera terbang ke pulau Sumatra ikut suaminya, pergi dari Malang. Bukannya
tak akan kembali, tapi kembalinya akan lama. T_T
Aku
belum lama kenal mereka. Tapi aku ikut haru karenanya…
Di
sela obrolan…adzan berkumandang dari masjid Jami’. Maghrib datang. Terdengar jelas
sekali dari tempat kami melingkar di rumput alun-alun. Menoleh ke kiri…ada
pemandangan unik yang kulihat. Ada orang shalat, di tengah rumput-rumputan
*sigh
Usianya
sekitar 40an menjelang 50, rambutnya sudah ada yang memutih, panjangnya sampai
di bawah telinga, berkopyah hitam, pakaiannya lusuh, sudah tak terlalu kentara
apa warna aslinya…
Diperhatikan
lagi… orang ini tadi wudhu/gag ya? Darimana?
Kapan? *mikir
Padahal
masjid tinggal nyebrang… belum iqamat *mikir
Sampai
salam…orang ini berdiri…jalan ke sekitar…mulai teriak-teriak…
Oohh…ternyata
orang kurang waras. Tapi shalat…tapi di rerumputan… *mikir
Teriak-teriak
nyuruh orang pergi ke masjid. Shalat…
Hampir
semua orang sealun-alun diteriaki suruh shalat…yang akhirnya si bapak ini
sampai di lingkaran kecil yang kami buat. Teriak-teriak. “SHALAT!!!” Quran dan hadist
keluar…tapi bukan itu saja, sumpah serapah juga, nantang juga…
Kami
memang mau bubar, setelah kata perpisahan terakhir, berpelukan, beberapa nangis,
beberapa menenangkan yang lain. Kami memang mau bubar, mau shalat. Sebentar lagi
iqamat.
“SHALAT!!”
begitu kata si bapak itu…
Orang
ini kurang waras (dalam arti yang sesungguhnya). Dan shalat. Tapi kurang waras…
*mikir
Hari
ke-2
Hari
berganti. Ceritapun bertambah lagi. Saat itu hp-ku tergeletak begitu saja,
putus asa mengharap balasan sms yang tak kunjung berbalas dari seseorang yang
tak ingin kunantikan. Aku memang sedang sangat amat tidak berselera dekat-dekat
benda yang satu itu, walaupun biasanya hp itu selalu ada di dekatku. Tiba-tiba…
Ringtone
Rolling Star-nya YUI dari hp nexian
itu meraung-raung…nomornya tak ku kenal. Nomor lokal Surabaya. Akhirnya ku
angkat begitu saja. “Hallo…Assalamu’alaykum…” bicara…
Dari
PT “X”, sebuah panggilan tes wawancara kerja, untuk pertama kalinya. Dari obrolan
singkat itu aku tahu 2 hari ke depan aku harus ada di ibu kota propinsi Jatim
(Surabaya, red.) menghadap HRD. Ada sesuatu yang meloncat-loncat kegirangan di
dalam hati.
Hp
berbunyi lagi. Kali ini sms. Dari mbak Acol. Farewell party kecil-kecilan buat
mbak Frida si “Bu Paus” nanti malam. Bisa
ikut/ga ya? Pending. Ada sesuatu yang perlu ku urus saat ini.
Hp
berbunyi lagi. Sms dari Hanif, teman di DPO ormagika. Analisis evaluasi dari
kuesioner pengurus sudah dikirim. Kubuka di PC, bukannya dari Laptop. Saudah laptopku
sedang rusak chargernya, untuk sementara tak bisa membantuku. Huhmm…. ada yang
kurang. I need a backup plan. I need to use Saudah, lately…
Oya!
Sore ini panitia forum diskusi Gizi divisi Internal ormagika ada forum komting.
Aku sudah berjanji ingin datang. Dolan.
Ok!
Soal laptop. Pertama, aku perlu charger untuk menghidupkan kembali Saudah. Dian
tujuanku yang bisa membantu. Aku perlu waktu untuk membuat lanjutan analisis
survey pengurus ormagika. Kupilih untuk menyepi, buka ‘n download kiriman
tambahan dari Hanif di perpustakaan UB setelah mampir sejenak ke GPP, absen di
forum panitia forum diskusi, ketemu kadiv internalnya, berbincang. Di perpus UB
itu aku duduk berbagi meja dengan seseorang. Laki-laki. Maba teknik. Aku tau
dari tampilannya yang khas. Tak ada yang kami bicarakan hingga akhirnya gelap
datang. Anak itu berpamitan.
“Dari
fakultas mana, mbak?”
“Owh…FK.
Ambil Gizi-nya”
“Angkatan?”
“Angkatan
tua. Hihi…saya baru lulus”
Setelah
ber-ooo ria, pergilah dia. Aku juga cap cus tak lama kemudian. Maghrib sudah
datang.
Tentang
ormagika. Tentang pengurus…
Sedari
di perpus hingga akhirnya aku pulang…analisis survey pengurus ini membawaku
pada satu kesimpulan yang cukup membawa kejelasan bagiku juga. Tidak salah
kalau ada ungkapan perbaikan itu niscaya
akan selalu ada…
Hari
ke-3
Hari
ini waktunya berangkat ke Surabaya. Kurencanakan menginap satu malam di rumah
Mbah Parwan di Medaeng, untuk besoknya minta diantar om Ali ke tempat tes.
Kusempatkan
tidur sebentar karena kemarinnya aku baru tidur setelah lewat tengah malam. Ada
yang dipikirkan. Baru setelah bangun sepenuhnya, kupersiapkan semuanya untuk
segera berangkat ke kota kelahiranku itu.
Menjelang
jam 11. Sudah separuh jalan kaki menuju gang, menuju angkot yang akan
menggantikan peran duLduL d’motorbike di hari ini, tenyata papa pulang. Oke! Alhamdulillah
gag jadi ngangkot. Mampir rumah Dian mengembalikan charger yang Q pinjam. Terima
kasih.
Sampai
terminal Arjosari Malang sesaat setelah masuk waktu dhuhur. Aku sudah lama gag
memanfaatkan transportasi publik, jadi berasa udik akan banyaknya perubahan di
terminal.
Sudah
gag ada bayar peron. Sudah gag ada kenek-kenek yang narik2 penumpang. Tapi sebentar…tujuan
pertamaku bukan langsung naik bus tujuan Surabaya. Cari mushalla dulu, belum
shalat Dhuhur. Dan seumur-umur baru ini pertama kalinya aku shalat di mushalla
terminal, terminal Arjosari, terminalnya orang Malang, kota yang sudah dari
1995 aku sudah di sini. Baru sekarang aku tau persis di mana letak
mushalla-nya. Bayar ponten dan untuk
wudhu-nya juga gag ditarik bayaran… ^^
Selesai..
Saatnya
masuk bus. Pinginnya sih naik bus biasa aja, tapi apa salahnya juga naik bus
patas? Dipeseni gitu juga ma ortu. Naik patas aja. Okelaah…terserah. Ku mau
cepet nyampe Surabaya aja. Jadi begitulah, akhirnya naik patas. Kurang dari 2
jam perjalanan. Lumayan cepet.
Gag
banyak yang perlu dilakukan setelah nyampe Medaeng. Nemenin Kiki (sepupu, red.)
“membunuh waktu” sebelum ngerjain tugas-tugas sekolahnya (sepulang sekolah),
sms-an ma Mbak Maya (yg ternyata tahun lalu pernah wawancara juga di tempat
yang sama), jajan, makan, cari map. Begitulah…sampai akhirnya selepas maghrib
diajak om “survey” tempat yang besoknya bakal kukunjungi. ^^
Hari
ke-4
Pagi
berangkat. Sempat terjebak macet di bunderan A.Yani Surabaya. Fiuuhh…kota besar
Indonesia. Alhamdulillah nyampek tempat tes dalam waktu yang masih tolerable. Dari
sekitar 30-an peserta tes, hanya satu yang kukenal: Mbak Amin, Gizi’07. Peserta
yang lain, kulihat rata2 sudah berumur, jadi merasa imut di antara mereka
semua.
Pertama
tes tulis. Ada 3 tahap: riwayat hidup, pertanyaan essay, lalu soal-soal
manajemen. Sesudah itu berhubung aku (dan satu lagi peserta dari Bojonegoro)
bersal dari luar Surabaya, maka kami berdua langsung akan diwawancara. Tapi nanti…jam
1 siang. Dan kami turut diantar ke lokasi tes selanjutnya. Menanti waktu
wawancara, kami habiskan dengan mengobrol. Temanku yang baru ini namanya Liva. Lulusan
D3 IPB. Huhmm…kampus yang dulunya aku pingin ada di sana. What a coincident…
Liva
ini teman ngobrol yang asik, sampai akhirnya kami kelaparan (hampir masuk jam
makan siang). Kami memutuskan untuk keliling sebentar cari makan…eh…ditawari
makan di kantin aja sama salah satu pegawai. Alhamdulillah, makan siang gratis.
Setelah
makan, shalat dhuhur di masjid kompleks. Lanjut cerita-cerita bareng Liva. Tentang
wawancara kerja, tentang kampus masing-masing, tentang kosan dan teman-teman
Liva, tentang Gizi dan teman-temanku. Tentang cita-cita… tempat baru, teman
baru. Like this.
Waktu
sudah menjelang jam 1. Kami kembali ke tempat wawancara. Tak lama kemudian aku
dipanggil duluan. Nothing to lose, tanpa beban. Bismillah…
Boleh
kubilang, selain wawancara tentang pekerjaan, tanya-jawab kali ini boleh
dibilang beberapa di antaranya merupakan Question
of life. Selama tes hingga akhirnya selesai, ada beberapa hal yang satu-persatu
aku sadari… huhm…
Dan
begitulah pengalaman ini berjalan. Hingga akhirnya tiba saatnya harus berpisah
dengan Liva si teman baru setelah bertukar nomor hape. Aku akan kembali ke
Malang.
Sebelum
balik Malang, pulang dulu ke Medaeng. Berpamit ria, baru sore harinya menuju terminal,
terminal Purubaya Surabaya. Sok pingin update, kubeli “Kompas” dari kios Koran terdekat.
Sudah sore nih, gag ada potongan harga Koran
yah? Huh.
Suasana
di ruang tunggu terminal Purubaya sudah banyak perubahan pula. Tidak ada bayar
peron, ada petugas DLLAJR stand by mengatur antrian keluar bus dari tempat
duduknya. Keren sekali bapak DLLAJR ini. Tidak ada kenek penarik-narik
penumpang, barisan bus teratur, bahkan sekarang aku baru tahu kalau sekarang
lajur bus biasa dan patas sudah dibedakan dengan penanda trayek yang jelas,
jadi lebih memudahkan penumpang. Perjalanan
pulang ini aku lebih memilih naik bus biasa beneran.
Perjalanan
Malang-Surabaya-Malang kali ini benar-benar membawa dan menghadirkan sesuatu
yang terbarukan.. ^^
Epilog
Sesampainya
di Malang kembali, sudah gelap. Shalat maghrib dulu di mushalla yang aku sudah
hafal tempatnya. Hihi…
Sudah
jarang angkot yang akan membawaku ke terminal Gadang di dalam terminal. Kuputuskan
terus berjalan. Cari angkot yang siap berangkat. Nge-slaa…
10
menit…15 menit jalan sendiri kayak orang ilang. Hape sudah mati kehabisan
batere. Jalan gelap dengan cahaya dari lampu yang terbatas yang kulalui. Sumpah
kayak orang ilang! Ayo dong, mana ini angkot yang siap berangkat mengangkutku
pulang…
Dan
akhirnya nongol juga angkot AG penyelamatku. Langsung naik ambil tempat di
depan bareng pak sopir. Diam saja, masi mencoba nyala-nyalain hape, cz aku tau
pasti mama saat ini mungkin sudah sempat telepon dan bingung karena gag
nyambung. Lha emang mati si hapenyaa…
Berhasil
nyala sejenak, sekedar tau ada sms dari mama, Liva, dari salah satu Ranger
juga. Balas seadanya. Mati lagi.
Sampai
di Gadang, kuputuskan naik becak saja menuju ke rumah yang jaraknya masih
sekitar 2 km lagi dari terminal Gadang. Kali ini bapak pengayuh becakku sudah
sepuh.
“Kok
ngantos dalu, Pak?” tanyaku
“Iyo
ndug, pancen nembe metu.”
Senyum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar