Kultwit Ustadz Salim A Fillah tentang Natal
Kontroversi
ucapan selamat natal kepada Kaum Nasrani selama ini telah mengemuka,
dan terkesan tidak pernah rampung dibicarakan. Ustadz Salim A Fillah
melalui Kultwitnya siang ini (24 Desember 2011) menyajikan pembahasannya
secara seimbang dengan mengetengahkan beberapa pendapat. Silakan simak
kultwit #Natal berikut, atau langsung ke TL @salimafillah:
Ada
kesalahfahaman. Di teks Fatwa MUI; yang haram adalah PERAYAAN NATAL
BERSAMA, bukan ucapan selamat;
http://media.isnet.org/antar/etc/NatalMUI1981.html
Sayang
sekali; banyak yang tak membaca teks Fatwa MUI; lalu mengharamkan atas
nama mereka apa yang tiada di teks; atau terlanjur memaki..
1.
Natal ini, terkenang ujaran Allahu yarham KH Abdullah Wasi’an
(kristolog Jogja -red); “Saudara-saudaraku Nashara terkasih, beda antara
kita tidaklah banyak.”
2. Wasi’an: “Kalian mengimani Musa, juga ‘Isa. Kamipun sama. Tambahkanlah satu nama; Muhammad. Maka sungguh kita tiada beda.”
3. Wasi’an: “Kalian imani Taurat, Zabur, & Injil. Kamipun demikian.
Tambahkan Al Quran, maka sungguh kita satu tak terpisahkan.”
4. Sungguh adanya kerahiban jadikan kalian lembut hati & dekat pada
kami; sementara Yahudi & musyrik musuh terkeras kita. (QS 5: 82).
5. Tapi mungkin memang sudah tabiat ‘aqidah, satu sama lain tak rela
jika kita tak serupa dalam agama secara sepenuhnya. (QS 2: 120).
6. Bagaimanapun, selama kita tak saling memerangi & usir-mengusir
tersebab iman, tak terlarang kita saling berkebajikan. (QS 60: .
7. Maka inilah kita mencari titik singgung iman demi kebersamaan;
itulah pengakuan ke-Ilahi-an Allah tanpa persekutuan. (QS 3: 64).
8. Tetapi kami insyafi sepenuhnya, yakin di dada tak bisa dipaksakan.
Kami hormati segala nan tak bisa dipertemukan. (QS 109: 6).
9.
Dalam keberbedaan itu, izinkan kami tetap mencintai ‘Isa & Maryam,
meski kami tak bisa memohon kalian mentakjubi Muhammad.
10.
Izinkan jua kami, membaca dengan berkaca-kaca betapa indah Surat dalam
Quran yang berjudul Maryam. Gadis tersuci sepanjang zaman.
11.
Najasyi Habasyah & Uskup-uskupnya, juga para Patriarkh Najran
menitikkan airmata, dibacakan Surat Maryam. Berkenankah kalian jua?
12. Ini sungguh bukti bahwa Allah, Nabi, & Al Quran kami
mengajarkan pemuliaan nan mengharukan pada Maryam & ‘Isa yang tiada
duanya.
13. Termuliakanlah ‘Isa dengan penciptaan &
kelahiran nan ajaib yang bagi kami begitu agung sebagaimana penciptaan
Adam. (QS 3: 59).
14. Termulialah ‘Isa nan bicara dalam buaian.
Salam sejahtera baginya di saat lahir, kelak diwafatkan, & nantinya
dibangkitkan. (QS 19: 33)
15. Saudara Nasrani terkasih; kami
mencintai ‘Isa, Nabi & RasulNya. Ruh & kalimatNya, yang
ditiup-tumbuhkan dalam rahim suci Maryam.
16. #Natal ini, kalian rayakan kelahiran ‘Isa yang agung; tapi bagi kami tanggal 25 Desembernya agak membuat terkerut dahi bertanya-tanya.
17. Sebab Maryam nan sungguh berat ujiannya itu bersalin di saat kurma
masak penuh tandannya. Kemungkinan itu Maret, bukan Desember.
18. Maafkan jika menyinggung hati, tapi sungguh telah ditulis para
Sejarawan, 25 Des itu hari kelahiran Janus & Mitra, Dewa Matahari.
19. Sungguhpun ingin rasanya syukuri lahirnya Rasul Ulul ‘Azmi nan
teguh hati; ‘Isa, agak tak nyaman hati kami dengan hari pagan ini.
20. Sayangnya, hampir seluruh gereja sudah menyepakatinya, sampai
seorang Sejarawan memelesetkan ‘Son of God’ sebagai ‘Sun of God’.
21. Itulah awal-awal yang membuat kami berat hati untuk ucapkan Salam
Natal. Ini harinya Janus & Mitra. Bukan harinya ‘Isa, kawan
terkasih.
22. Tentu tradisi ribuan tahun dengan salju &
cemara, pohon sesembahan pagan Eropa itu tak bisa kami paksa untuk
diubahkan seenaknya.
23. Tinggal kini, dalam hasrat hati tuk
membalas penghormatan yang kalian berikan di ‘Idul Fitri & Adhha,
kami kan simak para ‘ulama.
24. Sungguh, agama ini
memerintahkan untuk membalas tiap pemuliaan dengan penghargaan yang
lebih baik, minimal senilainya. (QS 4: 86)
25. Yang disepakati
para ‘ulama atas keharamannya adalah keterlibatan dalam segala yang
bernilai ritual & ibadah. Pun jua Fatwa MUI.
26. Jika
keterlibatan dalam kegiatan Natal nan bersifat ibadah & ritual
disepakati haramnya, para ‘ulama ikhtilaf pada soal ucapan selamat.
27. Yang membolehi selamat Natal al Dr. Musthafa Az Zarqa, Dr. Yusuf Al
Qaradlawy; menyebut tahniah tak terkait dengan ridha atas ‘aqidah.
28. Tahniah Natal, kata keduanya; bisa menjadi da’wah sebagaimana
Ibrahim bicara tentang tertuhannya bintang, bulan, mentari. (QS 6:
77-83)
29. Oh iya, QS 6: 77-83 TIDAK berkisah tentang ‘Ibrahim
Mencari Tuhan’, tapi ‘Ibrahim Berda’wah’, demikian ditegaskan Al
Qurthuby.
30. Maka tahni-ah Natal yang diikuti komunikasi
intensif sebagaimana dilakukan Ibrahim pada penyembah bintang, bulan,
mentari adalah indah.
31. Dr. Abdussattar memberi catatan
kemubahan tahni-ah Natal ini dengan kehati-hatian memilih diksi. Doa
menuju hidayah lebih dianjurkan.
32. Adapun Al ‘Utsaimin,
Lajnah Fatwa KSA (Kerajaan Saudi Arabia), dll cenderung mengharamkan
tahni-ah Natal tersebab hal itu sama dengan meridhai ‘aqidah keliru.
33. Jadi ikhtilaf ‘Ulama terkait tahni-ah Natal ini ada di ranah
pemaknaan kalimat ucapan tersebut. Masing-masingnya lalu mengajukan
dalil.
34. Ulamapun berfatwa sesuai konteks di seputarnya,
tentu ada perbedaan lingkungan sosial nan melatarbelakangi fatwa nan tak
sama.
35. Lajnah Fatwa KSA & Al Utsaimin menjawab di
negeri yang nyaris tiada Nasrani. Al Qaradlawy&Az Zarqa berfatwa tuk
masyarakat majemuk.
36. Bagaimana sikap atas beda fatwa ucapan
Natal? Kata Asy-Syafi’i, Al Khuruj minal Ikhtilaafi Mustahabb: keluar
dari selisih itu disukai.
37. Dengan jernih hati & mengukur
kapasitas diri, kita bisa mempertimbangkan kedua-duanya. Ada
keadaan-keadaan yang harus dicermati.
38. Ikhtilaf ahli ilmu
insyaaLlah menjadi kemudahan bagi kita untuk beramal yang tak sekedar
benar, melainkan juga tepat & cerdas.
39. Akan ada yang
menghajatkan fatwa Al Qaradlawy & Az Zarqa, al; di wilayah muslim
minoritas, keluarga majemuk nan erat hubungan dll .
40. Akan
ada juga yang hajatkan fatwa Al ‘Utsaimin pada posisi memelihara ‘izzah
agama. Misalnya Raja KSA sebagai Khadimul Haramain.
41. Kata
Abu Hanifah; yang terpenting BUKAN mengamalkan pendapat kami atau tidak.
Melainkan mengetahui bagaimana kami menetapkannya.
42. Dan adalah dosa; mengatasnamakan ‘ulama tuk haramkan sesuatu; padahal mereka tidak; cermati misalnya Fatwa MUI ini: http://media.isnet.org/antar/etc/NatalMUI1981.html
43. Mengamalkan atau tak mengamalkan; jauh lebih ringan dari soal
menghalalkan & mengharamkan; karena ia adalah haq Pembuat Syari’at.
44. Sebab itu; para ‘Ulama mengistilahkan beda pendapat Fiqh dalam
dimensi SHAWAB (tepat) & KHATHA’ (keliru), bukannya HAQ &
BATHIL.
45. Maka dengan ilmu memadai, mari beramal terbaik bagi
iman kita pada Allah, bagi misi kita sebagai ummat terbaik di tengah
manusia.
46. Demikian bincang Natal. Semoga tak kecewa karena
jawabnya tak satu. Sebab Salim, bodoh untuk lancang mentarjih ikhtilaf
Ulama;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar